Utamapos.com || Siak (10/11/2025). Sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat di sekitar perkebunan PT. AIP, kini berubah menjadi simbol kematian. Airnya keruh pekat, berbau busuk, dan puluhan ikan ditemukan mengapung tak bernyawa. Tragedi ekologis ini bukan sekadar pencemaran biasa, ini adalah bukti nyata rusaknya keseimbangan lingkungan akibat dugaan limbah pabrik sawit ke aliran sungai di kawasan Koto Gasib, Kabupaten Siak, Riau.
Masyarakat mayoritas sekitar yang hidup dari hasil tangkapan ikan kini terpuruk. Jaring-jaring nelayan tak lagi berisi ikan, melainkan bangkai.
“udah 60 KK kami mengadu ke pak Camat. Dulu kami bisa dapat hingga puluhan kilogram ikan dalam sehari. Sekarang jangankan makan, untuk beli beras pun susah. Sungai ini sudah mati,” ujar seorang warga dengan mata berkaca-kaca.
Sumber di lapangan menyebut, limbah cair yang diduga berasal dari kolam penampungan PT. AIP telah mengalir ke anak sungai yang bermuara ke Sungai Siak. Bau menyengat dan warna hitam pekat air menjadi tanda jelas bahwa pencemaran terjadi bukan dalam hitungan jam, melainkan sudah berlangsung beberapa waktu.
Ironisnya, hingga kini belum terlihat langkah tegas dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau. Padahal, berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap kegiatan industri wajib mengelola limbahnya dengan benar dan dilarang membuang limbah ke media lingkungan tanpa izin.
Sikap lamban DLHK Riau menimbulkan kecurigaan publik. Apakah institusi ini memilih diam di tengah penderitaan rakyat? Apakah penegakan hukum lingkungan di Riau hanya tajam ke bawah dan tumpul ke korporasi besar?
Di konfirmasi awak media dengan Agus Suryoko selaku Kabid Gakkum DLHK Provinsi Riau:
“Infonya uda turun Tim. Tinggal tunggu sampel air, belum turun. Nunggu hasil lab, dan tim PPLH ambil tindakan”.
Mendengar hal tersebut warga tempatan tampak geram:
“Kalau benar DLHK sudah turun kenapa pihak desa maupun kecamatan tidak diikutsertakan? Ada apa ini? Tapi kalau memang sudah ambil sampel air, lakukan uji laboratorium. Kami minta umumkan hasilnya secara transparan. Jangan tunggu masyarakat bergerak sendiri. Jika benar terbukti mencemari, perusahaan wajib diberi sanksi tegas hingga pencabutan izin”. Sambung warga tempatan, geram.
Sementara itu, dikonfirmasi awak media dengan Mirlansah selaku Manager PT AIP, namun hingga berita ini diterbitkan lebih memilih tutup mulut alias bungkam terkesan enggan memberikan keterangan resmi meski telah dihubungi oleh media. Sikap bungkam ini justru mempertegas dugaan bahwa perusahaan berusaha menghindar dari tanggung jawab moral dan hukum.
Kebisuan DLHK dan ketidakpedulian perusahaan menjadi luka baru bagi warga Siak. Sungai yang dahulu menjadi nadi kehidupan kini berubah menjadi kubangan limbah. Ikan mati, air tak lagi bisa dikonsumsi, dan rakyat kehilangan penghidupan.
Rakyat hanya menuntut satu hal: keadilan lingkungan. DLHK Provinsi Riau harus berhenti bersembunyi di balik meja birokrasi dan segera menindak PT. AIP sesuai hukum yang berlaku. Sebab diam di tengah pencemaran adalah bentuk kejahatan moral yang tak kalah besar dari pelakunya.
“Info nya PT AIP ini sudah mengantongi izin AMDAL dan kata DLH Siak itu otoritas DLHK Provinsi”, ungkap warga tempatan
Keberadaan dokumen AMDAL bukan pembebasan tanggung jawab, tapi justru sumpah perusahaan untuk menjaga lingkungan. Ketika limbah mencemari sungai, yang rusak bukan hanya ekosistem, tapi juga kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan DLHK Provinsi Riau… (Bersambung***)
Tim
Pencari Fakta







Komentar