MEDAN – Wartawan merupakan ujung tombak untuk menyajikan berita berimbang dan berkualitas, juga sebagai kontrol sosial dalam pemerintahan. Namun sayangnya dalam perkembangan dunia pers, terkait semakin banyaknya media online, banyak pemberitaan menjadi tidak terarah dan berimbang, bahkan cenderung copi paste.
Karena itu diharapkan wartawan media online tetap menerapkan kode etik jurnalistik dan azas praduga tak bersalah. Selain itu juga dibutuhkan kecepatan berita, namun tetap mematuhi peraturan sesuai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Hal itu disampaikan, Sekretaris Serikat Perusahaan Pers (SPS) Sumut, Arianto Agly yang merupakan salah satu Panelis pada kegiatan Seleksi Penerimaan Anggota PWI Sumut 2022, di Hotel Le Polonia, Medan, Kamis (28/7/2022).
Dia menilai banyaknya media online saat ini menunjukkan perkembangan dunia pers yang sudah sangat pesat. Berita-berita dengan cepat diterima oleh masyarakat. Namun sayangnya, banyak berita copy paste. Sehingga terkadang sejumlah media online memberikan berita yang sama, tanpa ada perbedaan sama sekali.
“Tidak mudah mendirikan media online. Harus punya jaringan yang kuat. Dan jangan mencari berita dari grop atau copi paste,”ungkap Anto Genk sapaan akrabnya.
Dalam hal ini diperlukan adanya uji kompetensi wartawan (UKW) dan beberapa jenjang yang harus diikuti wartawan. Pertama, tingkat Muda, tingkat Madya dan tingkat Utama.
“Merupakan hal yang penting bagi wartawan untuk mendapat kartu UKW dan disebut kompeten, menunjukkan dirinya merupakan jurnalis yang menaati undang-undang pers, kode etik jurnalistik dan kode perilaku wartawan,” terang Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumut ini.
Hal yang sama dikatakan Drs M. Syahrir, M,I,. Kom, hal yang menjadi roh wartawan adalah kompetensi. “Jangan anda klaim wartawan apa bila berita anda copy paste. Jadi, wartawan itu harus bisa menulis dengan mengikuti undang – undang pers dan bukan suka salin berita orang,” tegasnya.
Tugas wartawan itu, lanjutnya, adalah mencari berita, dan bukan sebagai penegak hukum.
“Jangan seperti kejadian di Banten, seorang wartawan menyetop mobil yang menggunakan plat merah. Kemudian mengatas namakan dirinya sebagai wartawan dan melakukan wawancara dengan pertanyaan “Mengapa menggunakan mobil dinas di hari Mingggu”, Nah, seperti ini jangan di contoh. Karena yang di lakukan oknum wartawan ini mirip sebagai petugas kepolisian, wartawan bukan penegak hukum dan wartawan tidak bisa menindak yang bersalah,” tandasnya.
Tantangan Perusahan Pers Dalam Menghadapi Era Digitalisasi
Tantangan perusahaan pers dalam menghadapi era digitalisasi yakni jika era digital diartikan sebagai era yang serba menggunakan teknologi dan internet. Maka industri pers memang tidak bisa dilepaskan dari digitalisasi tersebut.
“Perusahaan pers yang biasanya terbit dalam bentuk cetak, kini mulai menguranginya dan beralih menggunakan platform online. Dengan satu genggaman di tangan anda, sudah bisa mengetahui berita – berita terupdate,” kata Ketua PWI Sumut H Farianda Putra Sinik.
Lebih lanjut dikatakannya, tingkat kepercayaan surat kabar harian menurun 36,3 porsen. Sedangkan media siber 37, persen.
“Inilah yang selama ini di hadapi oleh media cetak. Contoh oplah cetak biasanya 10 Ribu per harinya, kini turun drastis menjadi dua ribuan,” keluhnya.
Intinya, kata Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) ini, langkah – langkah yang harus di lakukan oleh perusahaan pers media siber membuat konten – konten yang original dan tidak salin berita media lain.
“Artinya, bagaimana melakukan perubahan mulai dari saat ini,” terangnya.
Rangkaian acara yang di gelar pada saat ini yakni pra UKW dan juga seleksi masuk anggota PWI Muda dan Biasa.
“PWI itu adalah tempat kumpul semua para wartawan. PWI sebagai tempat rumah kita bersama,” ujarnya.
Dikatakannya, bagi siapa saja yang masuk di PWI di persilahkan. Namun di wajibkan minimal bisa membuat sebuah berita.
“Yang masuk anggota PWI tahun ini sangat – sangat antusias. Ada juga anggota muda yang naik status ke anggota biasa, semoga di seleksi ini 100 persen bisa lulus semuanya,” tandasnya. (Hen/Leodepari)