Oleh : Rinal
Kriminalisasi aktivis adalah tindakan yang dapat mengancam hak-hak sipil dan politik serta kebebasan berekspresi. Ketika pemerintah menggunakan hukum untuk mengekang aktivisme yang sah dan perdamaian, hal itu merusak prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Ini juga mengirimkan pesan yang berbahaya bahwa kritik terhadap pemerintah tidak akan ditoleransi, yang dapat membungkam suara-suara yang kritis dan penting dalam masyarakat.
Kriminalisasi aktivis juga dapat mengakibatkan ketidaksetaraan dalam sistem peradilan, di mana aktivis sering kali diadili dengan standar yang lebih ketat atau diproses secara tidak adil. Hal ini menciptakan suasana di mana keadilan tidak selalu diterapkan secara merata dan dapat memperkuat ketidakpercayaan terhadap institusi hukum.
Menghargai peran aktivis dalam masyarakat adalah penting untuk memastikan berjalannya demokrasi yang sehat dan menghasilkan perubahan positif. Oleh karena itu, kriminalisasi aktivis harus dihindari, dan pemerintah seharusnya bekerja sama dengan mereka untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Belum kering berita korupsi, rakyat kembali disuguhkan karya pejabat negeri pembuat kebijkan yang semakin membuat rakyat tak percaya. Hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah, itu hal biasa bagi mereka. Koruptor semakin terlindungi karena hukuman semakin terasa ringan dengan berubahnya aturan. Lalu bagaimana korupsi bisa dituntaskan?
Pemenuhan kebutuhan kesehatan pun mengalami persoalan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang digadang-gadang mampu menyediakan layanan kesehatan dengan biaya ringan nyatanya justru menambah persolan baru. Kenaikan tarif per bulan hingga 100 persen, menjadi momok yang menakutkan, lantaran menerapkan cara door to door dalam sistem penagihannya.
Rakyat bukan tidak mau mendaftar dan membayar, melainkan karena mereka sudah tidak punya uang untuk membayar itu semua di saat kebutuhan hidup semakin mahal. Sementara kesehatan ialah hak yang seharusnya diterima oleh rakyat dengan cuma-cuma.
Ada lagi kasus pembakaran hutan yang masih saja terulang. Hutan yang sengaja dibakar oleh pihak yang tidak bertanggungjawab menambah catatan permasalahan di Indonesia. Ribuan hektar lahan hangus dan bahkan asap yang ditimbulkan telah memakan korban. Aktivitas menjadi lumpuh, rakyat tak berdaya. Harus gimana?
Belum lagi kasus Papua yang masih memanas hingga kini. Banyak penduduk mengungsi, meninggalkan tanah di wilayah paling Timur NKRI. Tidak sedikit nyawa melayang akibat kasus ini. Lalu, dimanakah negara? Bukankah negara punya kekuatan?
Miris memang. Di tengah negeri ini berdukacita atas bencana-bencana yang terjadi hampir merata seantero negeri, disisi lain pejabat negeri ini menikmati kursi yang selama ini diingini. Iming–iming materi membuat mereka lupa dengan amanah rakyat ibu pertiwi. Amanah besar yang ada di pundak mereka akan dinanti oleh rakyat. Sebagai pembuktian sumpah jabatan pelantikan. Bukan hanya sekedar formalitas, melainkan realitas yang harus dijalankan.
Raut kekecewaan begitu memuncak ketika satu per satu para pemuda (mahasiswa) penyalur aspirasi rakyat nyatanya menjadi korban. Ketidakpuasan mereka terhadap penguasa ini memang sungguh wajar jika menilik dari sekian banyak kasus, respon yang diberikan penguasa negeri +62 biasa-biasa saja.
Menjadi hal yang wajar jika media sosial menjadi ramai dengan postingan kekecewaan rakyat tehadap periayahan penguasa terhadap mereka. Hujan kritikpun semakin deras. Rakyat harus berharap kepada siapa?. ( Red)