Utamapos.com – Kasus bullying dan pelecehan seksual yang dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sungguh memilukan. Bagaimana tidak, kasus yang terjadi sejak hampir satu dekade lalu itu baru terkuak sekarang. Hal ini juga seolah menjadi kebiasaan bahwa suatu kasus baru akan diselidiki secara tuntas ketika sudah viral di ranah publik.
MS mengaku telah mengalami pelecehan dan kasus bullying seksual dari seniornya. Pelecehan dan intimidasi seksual yang dia terima dimulai ketika dia sering diminta untuk melayani seniornya. MS merasa tidak terima karena dia dan pelaku memiliki kedudukan yang sama yaitu sebagai pegawai KPI. Puncaknya, pada 2015 pelaku dikeroyok kepala, tangan, kaki, ditelanjangi, dijepit, dan dianiaya.
Ditolak Dua Kali
Inisial MS telah melaporkan kasusnya ke pihak yang berwajib namun, laporan itu ditolak. Ya para korban juga telah membuat sebuah laporan terkait kasus ini akan tapi tidak ada respon karena dianggap tidak cukup bukti. Pegawai KPI tersebut melaporkan bahwa dirinya menjadi korban pelecehan seksual oleh rekan-rekannya. Kemudian polisi meminta bukti, dan dia tidak bisa memberikan bukti.
Dia sebagai korban tidak memiliki bukti visual, foto, atau apa pun, sehingga dia tidak punya waktu. Sebaliknya, korban difoto oleh pelaku dan tidak tahu di mana foto itu. Inisial MS bekerja sebagai pegawai kontrak di Komisi Penyiaran Indonesia. Ia sering menerima bullying, perbudakan, dan pelecehan seksual oleh rekan kerjanya.
Mereka mencengkeram kepala, lengan dan kaki saya, melucuti tubuh saya, menikam saya, dan menggunakan alat berbahaya untuk memukul dan menyiksa saya. Kejadian ini membuat saya trauma secara emosional dan kehilangan stabilitas mental saya. MS mengaku sudah dua kali mencoba melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Gambir.
Bagaimana Kasus Bullying yang Terjadi Pada Karyawan KPI?
Ia pertama kali melapor ke pihak berwenang pada 2 tahun yang lalu. Saat itu, polisi meminta MS melapor ke atasannya. Sebenarnya petugas itu sendiri telah menyuruh atasannya untuk segera melaporkannya dulu. Pihak internal mengizinkan dia untuk menanganinya. Selang setahun, karena bullying masih terjadi, MS kembali melapor ke Polsek Gambir.
MS berharap laporan tersebut diproses dan pelakunya diusut. Polisi membantah pernah menolak laporan MS ke Polsek Gambir dan mereka diterima pada Kamis 2 September. Pelapor tersebut melapor ke Polsek Gambir, tidak ada laporan yang dimasukkan. Laporan MS kemudian baru dibuat setelah anggota Polres mendatangi kediamannya. Pertemuan itu, MS akhirnya membuat laporan polisi (LP).
Kenapa Harus Menunggu Viral?
Salah satu Pakar Hukum terkait juga telahmempertanyakan kepada pihak KPI yang tidak segera untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku di masa lalu. Ia menyayangkan kenapa baru setelah investigasi viral dilakukan secara mendalam. Padahal korban sudah beberapa kali melaporkannya. Tindakan MS patut diacungi jempol.
Karena tindakannya yang sangat berani, dan kemudian pada akhirnya mendapat respon positif dari masyarakat. Pengalaman MS tidak mencerminkan fitrah manusia. Itu juga terjadi di lingkungan KPI yang dikaitkan dengan nilai dan nilai yang diterima di Indonesia. Lebih menyedihkan lagi, pelakunya diduga sudah dewasa. Terdakwa sudah memiliki anak dan keluarga, kasus ini sangat relevan.
Suparji diharapkan mengambil tindakan tegas terkait hal ini. MS mempertimbangkan untuk mengajukan pengaduan yang melibatkan KPI. Menurut saya, ini tidak bisa diselesaikan dengan keadilan restoratif, mengingat peristiwa itu sudah berlangsung bertahun-tahun dan psikis korban sudah terpengaruh. Itu saja mengenai kasus bullying yang terjadi pada karyawan KPI.