Diduga Adanya “Tebang Pilih” Hukum, Kapoldasu Diminta Evaluasi Kapolrestabes Medan Beserta Jajaran

Sumut106 Dilihat

Medan, UtamaPos.com

Lagi-lagi, Polrestabes Medan kembali di demo. Kali ini, kedatangan puluhan Mahasiswa di depan Kantor Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Medan bermaksud meminta keadilan hukum untuk di tegakkan tanpa adanya ” Tebang Pilih “.

Aksi Damai yang di gelar Mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Bersatu Sumatera Utara ini adalah sebagai bentuk protes terhadap lambannya penanganan kasus tindak pidana penganiayaan dengan unsur kekerasan bersama-sama.

Sutoyo S.H selaku Koordinator Lapangan menjelaskan dalam Surat Aksinya bahwa, nomor laporan polisi : LP/B/450/IV/2024/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA dengan dugaan tidak pidana bersama-sama sebagaimana yang tertuang pada Pasal 351 jo 170 Kuhp, yang kemudian LP ini dilimpahkan ke Polrestabes Medan, dan Kasus tersebut ditanganin oleh Unit Pidum Sat Reskrim Polrestabes Medan.

Kemudian, setelah memakan waktu lebih kurang 7 (tujuh) bulan lamanya, laporan yang dimaksud tidak kunjung mendapati sebuah keadilan hukum, padahal dimana diketahui Yanty yang berstatus sebagai Kakak Kandung Sherly, istri dari Inisial R, yang pada saat itu, tengah berada di lokasi tempat kejadian perkara. Namun, tiga hari setelah kejadian Yanty tiba-tiba dijemput paksa oleh kepolisian Polrestabes Medan atas laporan yang merupakan “DELIK ADUAN” dengan pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan dengan nomor laporan polisi LP/B/1021/IV/2024/SPKT/POLRESTABES MEDAN.

Lebih kurang, Selama tujuh (7) bulan laporan tersebut tidak menunjukkan perkembangan, sedangkan, laporan tandingan dari pihak terlapor, insial R, justru ditindak hanya dalam waktu empat hari, dengan menetapkan Yanty sebagai tersangka.

” Kita bisa melihat dari kasus KDRT ini, adanya dugaan diskriminasi hukum yang terjadi. Bagaimana bisa satu laporan diproses begitu cepat, sementara laporan lainnya dibiarkan mandek? Kami tidak butuh apa-apa selain keadilan!” Ucap Sutoyo S.H selaku Koordinator Lapangan Kemarin,(22/11/2024)

Diketahui, Kasus ini bermula pada bulan April 2024 di Komplek Cemara Asri, Medan. Inisial R diduga melakukan KDRT terhadap istrinya, Sherly, dan dugaan penganiayaan dengan unsur kekerasan bersama-sama terhadap kakak iparnya, Yanty, setelah terjadi konflik rumah tangga yang dipicu oleh campur tangan ibu R, inisial LIKA. Sherly kemudian meminta bantuan Yanty untuk menenangkan situasi, namun R justru diduga melakukan penganiayaan.

Lebih jauh, Sutoyo membeberkan, kejadian di tanggal 5 April, namun pada Tanggal 6 April 2024, Unit Reskrim Polrestabes Medan dalam 1 hari mengeluarkan 3 surat sekaligus yakni, Surat Perintah Penyidikan SP.Sidik/651/IV/RES.1.6./2024/Reskrim, Surat Penangkapan SP.Kap/365/IV/Res.1.6./2024/Reskrim, dan Surat Penetapan Tersangka No.SP.Tap/337/IV/Res.1.6./2024/Reskrim.

Kemudian, Munculnya 2 (dua) SPDP dengan nomor dana tanggal yang sama, tanggal 7 April 2024. Tiba-tiba, Yanty menjadi Tersangka dalam waktu 4 hari setelah kejadian, sementara yang diketahui, Sherly tidak pernah diperiksa baik sebagai undangan maupun sebagai saksi dalam penyidikan.

” Oleh karena itu, kami menilai adanya kecacatan prosedur hukum yang dilakukan oleh Polrestabes Medan di dalam proses penangkapan tersebut “. Jelas Sutoyo

Didalam aksi yang berlangsung di depan Kantor Polrestabes Medan, sempat bersitegang antara massa dengan aparat pihak kepolisian disaat Puluhan Mahasiswa ketika mencoba meminta Kapolrestabes Medan, Kombes Gidion Arif Setyawan, menemui mereka secara langsung. Namun, permintaan ini tidak diindahkan. Perwakilan Polrestabes Medan yang hadir meminta para demonstran masuk ke dalam kantor untuk berdiskusi, namun ditolak oleh mahasiswa.

“Kami ingin Kapolrestabes Medan datang langsung menemui kami. Jangan hanya bersembunyi di balik kantor! Jika aspirasi kami tidak didengar, kami akan terus berdiri di sini,” tegas Sutoyo, Koordinator Aksi.

Ketegangan meningkat saat terjadi adu mulut antara mahasiswa dan aparat kepolisian yang berjaga. Kepala Pos Pengamanan, M Marhaenuddin, dengan nada menantang mengatakan, “Ya sudah, ku suruh datang dia. Kalau dia tidak mau, ya sudah.” Pernyataan ini memicu respons keras dari mahasiswa.

Dalam tuntutannya, Mahasiswa meminta Polrestabes Medan, khususnya Sat Reskrim Unit Pidum, untuk tidak tebang pilih dalam penanganan kasus LP/B/450/IV/2024.
Dan Kapolrestabes Medan harus bertindak objektif dan memberikan keadilan tanpa diskriminasi hukum.

Selain itu, Mahasiswa meminta Kapolda Sumatera Utara untuk segera mengevaluasi kinerja Kapolrestabes Medan dan jajarannya atas dugaan diskriminasi hukum.

” Jika tidak mampu menyelesaikan kasus tersebut, Kasat Reskrim Polrestabes Medan diminta mundur dari jabatannya “. Ujarnya

Jika tuntutan tidak dipenuhi, aksi lanjutan akan terus digelar hingga keadilan ditegakkan.

“Kami hanya ingin keadilan yang sebenar-benarnya, tanpa diskriminasi. Jika ini terus berlanjut, kami akan membawa massa yang lebih besar untuk memperjuangkan keadilan,” Pungkas Sutoyo.

Sementara, Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arief Setyawan ketika dimintai tanggapannya baru-baru ini melalui via seluler seputar hal yang dimaksud, belum bersedia memberikan keterangan resmi.
Demikian hal nya juga dengan Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Jama Kita Purba, belum menjawab konfirmasi wartawan, dan terkesan bungkam. Hingga berita ini terpaksa dikirimkan kemeja redaksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *